Drona di Hastinapura Drona adalah putra dari Bharadvaja. Masa
kecil Drona sangat menyenangkan. Dia berteman dengan Drupada, pangeran Kerajaan
Pancala. Mereka adalah teman baik sekali. Suatu hari, Drupada memberi tahu
Drona, “Saya benar-benar menyukaimu. Saya tidak mau persahabatan kita berakhir
di asrama ini. Saya ahli waris tahta Kerajaan Pancala. Kalau saya menjadi raja,
saya akan mengajakmu dan kita berteman seumur hidup.” Tahun demi tahun berlalu.
Drona menikahi Kripi, putri dari Saradwata atau Gautama. Mereka melahirkan
seorang putra bernama Aswatthama. Keinginan Drona yang tertinggi adalah menjadi
pemanah yang paling hebat di asramanya. Dia datang kepada Bhargawa dan
mempelajari jenis panah atau astra. Setelah menguasai jenis panah, Drona
pulang. Aswatthama adalah seorang anak muda yang cerdas. Pendidikan Agama Hindu
dan Budi Pekerti 41 Suatu hari, Aswatthama datang kepada ibunya dan berkata,
“Ibu, semua teman saya menceritakan tentang sesuatu yang disebut susu. Saya mau
susu, ibu.” Ibunya tidak tahu harus berbuat apa. Drona yang mendengar hal
tersebut menjadi sedih. Kemudian, dia teringat hari-hari persahabatannya dengan
Pangeran Pancala. Drona datang kepada Drupada, namun Drupada telah berubah.
Kekayaan dan kenyataan bahwa dia menjadi raja telah membuatnya sombong. Dia
tertawa pada Drona, “Seorang brahmana miskin yang menjadi teman saya dalam
hari-hari belajar saya, menuntut persahabatan dengan saya. Tidakkah kamu tahu
bahwa persahabatan hanyalah antara yang sederajat?” Drona tersinggung dengan
perkataan Drupada. Tanpa sepatah kata pun, dia meninggalkan istana raja yang
sombong itu. Dia berjanji untuk membalas dendam atas perlakuan yang dia
peroleh. Drona memutuskan untuk melatih ksatrya muda dalam panahan. Dia
membalikkan langkahnya menuju Hastinapura. Sesampainya di Hastinapura, Drona
disambut oleh Bhisma dan memberitahukan semua hinaan yang telah dia derita dari
Raja Pancala yang sombong. Dia juga memberi tahu keinginannya untuk balas
dendam. Bhisma berkata, “Kamu telah datang ke tempat yang tepat. Saya mempunyai
cucu mencapai ratusan, yang sangat berniat mempelajari panahan.” Bhisma
memanggil semua anak dan menitipkan kepada Drona dan berkata, “Mulai hari ini,
mereka menjadi milikmu. Tugasmu adalah membesarkannya menjadi ksatrya sejati.”
Beberapa tahun terlewati dalam pendidikan pengeran-pangeran muda itu. Semuanya
pandai dalam menggunakan senjata. Akan tetapi, Arjuna menjadi murid kesayangan
Drona. Kecintaannya pada panahan, latihan yang berulang-ulang, kesabarannya
yang tinggi, kecintaannya 42 Kelas III SD pada pelajaran dan gurunya telah
memikat hati Drona. Bahkan, kecintaan Drona kepada Arjuna melebihi kecintaannya
kepada putranya sendiri, Aswatthama. Drona sangat senang dengan Arjuna sehingga
suatu hari dia memberitahunya, “Saya belum pernah melihat pemanah seperti kamu.
Saya berjanji membuatmu menjadi pemanah terbesar di dunia ini.” Kebahagian
Arjuna tidak terpikirkan. Suatu hari, ketika Drona mandi di Sungai Gangga, dia
diserang oleh seekor buaya. Buaya itu menggigit kakinya. Dia berteriak “Tolong,
tolong, tolong selamatkan saya dari buaya ini.” Dia sebenarnya dapat
membebaskan dirinya dengan mudah. Akan tetapi, dia ingin mengetes keahlian
muridnya sehingga dia meminta pertolongan. Bahkan, sebelum kata-kata dari
bibirnya keluar, Arjuna dengan panahnya yang cepat dan tajam membunuh buaya
tersebut. Dalam kegembiraannya, Drona mengajarkan astra yang tinggi yang
disebut Brahmasirsa kepada Arjuna. Dia memberi kata peringatan. Drona berkata,
“Astra ini terlalu ampuh untuk digunakan pada manusia biasa. Kalau diarahkan
pada orang miskin yang tidak berpengaruh, dia akan menghancurkan seluruh dunia.
Kalau ada seorang yang merupakan raksasa atau deva yang sesat dia akan
menyebabkan kehancuran di antara manusia.” Arjuna
menerimanya dengan sangat senang dan hormat (Adi Parwa: 2010 : 65-69). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 43 Anak Gembala Tersebutlah ada seorang anak gembala, hidup di suatu desa di pinggir hutan. Setiap hari, ia menggembala dombanya ke padang rumput yang luas dan sunyi. Ia berkawan dengan domba-domba dan burung-burung yang terbang bebas di langit. Pada suatu hari, anak gembala itu diliputi perasaan sepi dan bosan. Di dalam hatinya, ia berpikir, “Alangkah baiknya jika aku mempunyai teman yang dapat diajak bermain, tentu aku senang,” Tiba-tiba muncul rencana baru dalam pikirannya. Kemudian, dia meletakkan kedua tangan di muka mulutnya, dan ia mulai berteriak sekuat tenaga. “Tolong…tolong…ada serigala. Tolong aku,” Segera orang-orang datang sambil membawa tongkat dan parang. “Di mana serigala, di mana serigala,” teriak mereka. “Tidak ada serigala,” kata anak gembala itu tertawa gembira. Para petani sangat marah. “Bagaimana kamu berani mempermainkan kami, anak kecil? Kamu anak nakal, ya?” Anak gembala itu sangat puas setelah para petani pergi meninggalkan dirinya. Dalam hatinya, dia bergumam, “Sudah lama saya tidak mendapatkan kesenangan sejenis ini.” Selang beberapa hari kemudian, anak gembala itu berniat mengulangi tipuannya. Sekali lagi, para petani berlari-lari menuju anak gembala lelaki itu. Kali ini juga mereka dibohongi oleh anak kecil itu. Mereka berkesimpulan bahwa anak gembala ini tidak dapat dipercaya. Mereka memarahi anak gembala itu sambil berkata,“ Sekarang kami tahu, bahwa kamu suka berbohong. Kami tidak akan datang lagi jika kamu memanggil.”
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Unduh DISINI
menerimanya dengan sangat senang dan hormat (Adi Parwa: 2010 : 65-69). Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti 43 Anak Gembala Tersebutlah ada seorang anak gembala, hidup di suatu desa di pinggir hutan. Setiap hari, ia menggembala dombanya ke padang rumput yang luas dan sunyi. Ia berkawan dengan domba-domba dan burung-burung yang terbang bebas di langit. Pada suatu hari, anak gembala itu diliputi perasaan sepi dan bosan. Di dalam hatinya, ia berpikir, “Alangkah baiknya jika aku mempunyai teman yang dapat diajak bermain, tentu aku senang,” Tiba-tiba muncul rencana baru dalam pikirannya. Kemudian, dia meletakkan kedua tangan di muka mulutnya, dan ia mulai berteriak sekuat tenaga. “Tolong…tolong…ada serigala. Tolong aku,” Segera orang-orang datang sambil membawa tongkat dan parang. “Di mana serigala, di mana serigala,” teriak mereka. “Tidak ada serigala,” kata anak gembala itu tertawa gembira. Para petani sangat marah. “Bagaimana kamu berani mempermainkan kami, anak kecil? Kamu anak nakal, ya?” Anak gembala itu sangat puas setelah para petani pergi meninggalkan dirinya. Dalam hatinya, dia bergumam, “Sudah lama saya tidak mendapatkan kesenangan sejenis ini.” Selang beberapa hari kemudian, anak gembala itu berniat mengulangi tipuannya. Sekali lagi, para petani berlari-lari menuju anak gembala lelaki itu. Kali ini juga mereka dibohongi oleh anak kecil itu. Mereka berkesimpulan bahwa anak gembala ini tidak dapat dipercaya. Mereka memarahi anak gembala itu sambil berkata,“ Sekarang kami tahu, bahwa kamu suka berbohong. Kami tidak akan datang lagi jika kamu memanggil.”
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Unduh DISINI